UN, SALAH SIAPA?
Beberapa tahun ini, dunia pendidikan di Indonesia sedang gencar dalam meningkatkan “mutu pendidikan” yang diukur dengan lulus tidaknya seorang siswa dalam menghadapi Ujian Nasional (UN). Sehingga diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas untuk mendongkrak kesuksesan di masa depan. Akan tetapi, kelulusan tidak diputuskan oleh sekolah yang bersangkutan melainkan ditetapkan oleh pemerintah dan diukur dengan standar nilai yang telah ditentukan.
Dengan adanya peraturan yang seperti itu, maka seorang siswa divonis lulus jika nilai yang dihasilkan dalam Ujian Nasional (UN) memenuhi standar nilai yang telah ditentukan oleh pemerintah. Lalu apa artinya belajar sekian tahun di sekolah, jika yang menentukan kelulusan hanya Ujian Nasional (UN) yang hanya terdiri dari beberapa mata pelajaran saja. Tapi apa gunanya kita mempermasalahkan keputusan pemerintah ini, toh peraturan ini telah dilaksanakan dalam beberapa tahun ini. Tapi, apa yang terjadi dibalik Ujian Nasional (UN)? Dari tahun ke tahun selalu saja ada kontroversi yang terjadi dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN), dan kejadiannya pun bermacam-macam.
Pertama, banyaknya siswa yang tidak lulus. Kontroversi ini lebih terasa di tingkat SMA. Dalam kejadian ini siswa merasa di rugikan dengan adanya peraturan pemerintah tentang Ujian Nasional (UN) melalui standarisasi nilai yang telah ditetapkan. Siswa merasa pemerintah tidak adil, karena perjuangan siswa selama 3 tahun belajar di sekolah hanya dinilai dengan beberapa mata pelajaran yang diujinasionalkan. Yang ironisnya, dari sekian banyak siswa yang tidak lulus itu, ternyata ada pula siswa yang kesehariannya berprestasi di sekolah termasuk ke dalam golongan siswa yang tidak lulus. Padahal siswa tersebut telah dipastikan dapat menempuh Ujian Nasional (UN) dengan nilai yang sangat memuaskan. Tapi kenyataan berkata lain, sungguh menyedihkan.
Kedua, adanya kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Dengan adanya kontroversi yang pertama, intansi sekolah merasa takut dan pesimis terhadap kemampuan para siswanya. Dengan itu sekolah pun berupaya agar para siswanya 100% lulus, tapi sayang jalan yang ditempuh oleh beberapa intansi sekolah sangatlah tidak sportif, yaitu dengan cara membantu siswa dalam mengisi jawaban soal Ujian Nasional (UN) dengan memberikan jawaban soal kepada siswa. Yang anehnya, mengapa soal Ujian Nasional (UN) dapat dengan mudah jatuh ke tangan beberapa intansi sekolah. Padahal soal-soal tersebut telah dijaga dengan seaman mungkin, tapi tetap saja itu tidak menjamin.
Ketiga, dengan adanya kontroversi yang kedua, menjadi pemicu bagi siswa untuk berleha-leha dalam menghadapi Ujian Nasional (UN) karena siswa berpikiran pasti dibantu oleh sekolahnya toh tidak ada intansi sekolah yang menginginkan siswanya tidak lulus. Dengan demikian, apakah semua ini yang disebut meningkatkan “mutu pendidikan”?
UN
22.59 |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar